Suara62.id || Tangerang – Kasus sengketa tanah milik ahli waris Tjatong Bin Djimin kembali mencuat ke permukaan, setelah hampir dua dekade sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 2002. Meskipun laporan telah diajukan ke Polres Tangerang Selatan ( Arda ) hingga kini tidak ada tindak lanjut yang jelas. Hal ini menjadi sorotan, mengingat proses penyelidikan yang terus berlarut-larut tanpa adanya kepastian hukum yang memadai. Kuasa hukum ahli waris, Prabu LBH, mengungkapkan rasa kecewa yang mendalam atas lambatnya penanganan kasus ini. Ia menyatakan bahwa kasus ini seharusnya sudah bisa memasuki tahap penyidikan, namun kenyataannya masih terbengkalai di tahap penyelidikan.
“Kasus ini sudah sangat lama, kami sudah menunggu terlalu lama, dan seharusnya perkara ini sudah bisa naik ke tahap penyidikan. Klien kami, sebagai korban, tidak mendapatkan kejelasan mengenai hak mereka atas tanah yang dipersengketakan,” ungkap Prabu LBH kepada media, Kamis (1/5/2025), didampingi oleh ahli waris.
Menurut Prabu, meskipun berbagai bukti pendukung telah diserahkan kepada pihak kepolisian, termasuk Girik Asli Letter C Nomor 97 atas nama Tjatong Bin Djimin, yang menunjukkan bahwa tanah yang dipersengketakan terletak di Kampung Pladen, Jalan Nusajaya RT 002 RW 005, Kelurahan Pondok Karya, Kecamatan Pondok Aren, belum ada langkah konkret dari pihak penyidik. Sebagai bukti lainnya, mereka juga telah melampirkan PM1 Keterangan Tahun 1991 yang menunjukkan bahwa tanah tersebut tidak pernah diperjualbelikan, memperkuat klaim kepemilikan ahli waris atas tanah tersebut.


Selain itu, Prabu LBH menambahkan bahwa pada 8 April 2025, saksi-saksi terkait dipanggil oleh Polres Tangerang Selatan, sesuai dengan laporan yang diajukan pada 23 Juni 2022 (TBL/B/1103/VI/2022/SPKT/Polres Tangerang Selatan/Polda Metro Jaya). Namun, hingga saat ini, belum ada perkembangan lebih lanjut yang memadai.
Dijelaskannya bahwa, ditemukan ketidaksesuaian lokasi tanah yang tertera dalam sertifikat yang menjadi alat bukti dari terlapor. Berdasarkan informasi yang diperoleh, tanah yang tercantum dalam sertifikat tersebut tidak berada di lokasi yang sebenarnya, yaitu di Kelurahan Pondok Jaya, dan bukan di lokasi milik ahli waris Tjatong Bin Djimin.
Pihak ahli waris sangat mengharapkan adanya kejelasan dari BPN Tangerang Selatan, namun hingga saat ini belum ada respons yang memadai. Surat pengaduan telah diajukan ke sejumlah pihak terkait, termasuk Kecamatan Pondok Aren dan Walikota Tangerang Selatan, namun upaya ini belum membuahkan hasil yang diharapkan.
Melihat lambannya penanganan kasus ini, pihak ahli waris dan kuasa hukum sepakat untuk membawa permasalahan ini ke tingkat yang lebih tinggi, seperti Polda Metro Jaya atau Mabes Polri, jika dalam waktu dekat tidak ada perubahan signifikan dalam penanganan kasus ini. Selain itu, mereka juga berencana untuk menyampaikan aspirasi ini kepada Komisi III DPR RI guna mempercepat penanganan kasus ini.
Kasus ini semakin memicu perhatian publik, terutama dalam hal penegakan hukum yang dinilai tidak adil dan lamban. Para ahli waris berharap agar kasus ini segera diselesaikan dengan transparansi dan keadilan yang seharusnya mereka terima. Sebagai pihak yang merasa dirugikan, mereka tidak akan tinggal diam dan siap mengambil langkah lebih lanjut untuk menuntut keadilan yang seharusnya diberikan.
Dengan proses penyelidikan yang telah berlangsung begitu lama, para ahli waris berharap agar pihak kepolisian memberikan perhatian yang lebih serius terhadap kasus ini. Mereka menuntut agar keadilan dapat tercapai dan pihak-pihak yang bertanggung jawab dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan yang telah dilakukan. Kejelasan hukum sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa hak-hak mereka sebagai ahli waris atas tanah yang sah tidak dianaktirikan.
Kuasa Hukum bersama Ahli Waris akan melaporkan laporan hal ini ke Propam Polda Metro Jaya atau ke Mabes Polri karena diduga lamban kerja Arda Polres Tangerang Selatan.
Namun sampai saat ini Melalui wa Humas Polres Tang Sel belum ada jawaban untuk di konfirmasi terkait pemberitaan tersebut.