Suara62.id || Cisarua Jawa Barat – Minggu( 3/3/ 2025 ) Kawasan Puncak kembali dilanda banjir bandang yang menyebabkan kerusakan signifikan pada infrastruktur dan menelan korban jiwa. Beberapa jembatan penghubung antar desa dan kampung tidak dapat dilalui, jalan-jalan desa mengalami kerusakan berat, dan sarana air bersih warga turut terdampak. Sejumlah kampung terpaksa diungsikan, dan satu warga dilaporkan hilang terbawa arus deras.
Bencana ini menambah deretan panjang kejadian serupa dalam satu dekade terakhir, mengindikasikan kondisi alam Puncak yang semakin memprihatinkan. Organisasi Karukunan Wargi Puncak (KWP), yang konsisten menyuarakan isu kerusakan lingkungan di Puncak, menuding alih fungsi lahan kebun teh Gunung Mas oleh PTPN 1 Regional 2 Jawa Barat sebagai penyebab utama seringnya banjir bandang.
Menurut Joe Salim, aktivis lingkungan dari KWP, sekitar 350 hektar dari 750 hektar Hak Guna Usaha (HGU) nomor 295 di Desa Tugu Selatan telah beralih fungsi menjadi tempat wisata, mengurangi area resapan air.
Khususnya, perubahan fungsi lahan di sekitar hulu Sungai Ciliwung/Cikamasan menjadi sorotan, mengingat kawasan tersebut dianggap sakral oleh warga Puncak. Banjir yang merendam dua kampung pensiunan malam itu diduga kuat sebagai dampak pembangunan wisata di aliran Cikamasan, seperti ECO PARK dan Hibics PT. Jaswita, yang meskipun telah disegel, masih beroperasi. Joe Salim mempertanyakan sikap para pemangku kebijakan yang terkesan membiarkan pelanggaran ini berlangsung, seraya menekankan perlunya tindakan tegas sebelum korban yang lebih besar berjatuhan.
Upaya advokasi telah dilakukan KWP melalui pengiriman surat dan audiensi dengan Komisi VI DPR-RI tahun lalu. Laporan juga disampaikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup serta Kementerian ATR/BPN Pusat, namun belum membuahkan hasil.
Warga Puncak menuntut pertanggungjawaban PTPN 1 Regional 2 Jawa Barat dan pihak-pihak yang memberikan izin tidak sesuai ketentuan, baik di tingkat lokal maupun pusat. Mereka mendesak para pemimpin, mulai dari Bupati, Gubernur, hingga Presiden, untuk mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan yang telah jelas terjadi, tanpa berdalih atau membela para pengusaha yang merusak lingkungan Puncak.
Sebagai penutup, Joe Salim menegaskan, “Puncak tidak butuh sumbangan, Puncak butuh pencegahan bencana. Kuncinya satu: batalkan semua Kerja Sama Operasi (KSO) yang berdampak pada lingkungan dan kembalikan fungsi awal Puncak sebagai ruang terbuka hijau.”
Landasan Hukum Terkait:
- Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan: Undang-undang ini mengatur perlindungan lahan pertanian pangan agar tidak dialihfungsikan secara sembarangan, menjaga keberlanjutan lingkungan dan mencegah bencana ekologis.
- Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan: Peraturan ini menetapkan kriteria, persyaratan, dan tata cara alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan, guna memastikan kelestarian fungsi lahan dan mencegah dampak negatif terhadap lingkungan.
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya: Revisi undang-undang ini memperkuat upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, termasuk pengaturan mengenai alih fungsi lahan yang dapat berdampak pada kelestarian lingkunganlingkungan.
(*/Mmt)