Suara62.id || Jepara – Aktivitas penambangan batuan andesit tanpa izin di Desa Pancur, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, semakin mengkhawatirkan. Kegiatan yang merusak lingkungan ini terus berlangsung meski sudah sering diberitakan bahkan sejumlah pelaku pernah diamankan oleh aparat penegak hukum.

Kegiatan tambang ilegal berupa penggalian batuan andesit dan tanah urug berlangsung secara masif di beberapa titik di wilayah Kabupaten Jepara. Aktivitas ini dilakukan diduga tanpa izin resmi dan menyebabkan kerusakan lingkungan dan infrastruktur jalan.

Menurut informasi dari masyarakat, aktivitas tambang tersebut diduga kuat dikendalikan oleh seorang oknum berpengaruh yang disebut sebagai “Big Bos”. Oknum ini diduga mengorganisir operasi tambang di sejumlah lokasi, menggunakan alat berat dan mengerahkan orang-orang kepercayaannya di lapangan. Dua orang tersangka sempat diamankan oleh pihak Kejaksaan Negeri Jepara, namun hal itu tidak membuat aktivitas tambang berhenti.

Terkait dampak kerusakan alam dan bisa membahayakan pengguna jalan yang lain
Kegiatan tambang ini berlangsung secara terus-menerus hingga kini. Bahkan, berdasarkan penelusuran di lapangan, aktivitas semakin meluas dalam beberapa bulan terakhir, termasuk hingga awal Juni 2025.

Namun “Big Bos” galian tersebut masih melenggang bebas makan tidur enak di rumahnya yang seharusnya ia juga terjerat proses hukum, namun kenyataannya belum ada tindakan tegas dari APH, yang seharusnya mengambil langkah cepat untuk memproses pelanggaran hukum yang selama ini belum ada ketegasan hukum.

Setidaknya terdapat tiga lokasi utama yang saat ini aktif menjadi pusat kegiatan tambang ilegal, salah satunya berada di Desa Pancur, Kecamatan Mayong. Dua lokasi lainnya tersebar di Kecamatan berbeda di Kabupaten Jepara. Di lokasi-lokasi tersebut, selain tambang batuan andesit, juga ditemukan aktivitas penggalian tanah urug yang diduga tanpa izin resmi.

Kasat Reskrim Polres Jepara ketika di konfirmasi melalui pesan WhatsApp terkait kegiatan penambangan mengatakan, akan memerintahkan anggotanya untuk mengecek lokasi galian tersebut, namun entah secara kebetulan pada saat itu ternyata di lokasi galian tersebut tidak ada kegiatan penambangan, dugaan ada main mata dengan APH kini mencuat.

Diduga lemahnya pengawasan dan penegakan hukum menjadi faktor utama aktivitas tambang ilegal ini terus berlanjut. Selain itu, adanya indikasi pembiaran atau bahkan keterlibatan oknum yang memiliki kepentingan tertentu juga menjadi penyebab aktivitas ini tidak kunjung dihentikan, meski sudah meresahkan warga dan merusak lingkungan.

Operasi tambang ilegal dilakukan secara terbuka dengan menggunakan alat berat seperti ekskavator. Pengawasan di lapangan dilakukan oleh pihak-pihak yang disebut sebagai “orang dalam” atau jaringan dari pengendali utama. Material hasil tambang diangkut menggunakan truk besar yang melintasi jalan desa dan jalan kabupaten, menyebabkan kerusakan serius pada infrastruktur yang ada.

Salah satu warga setempat yang enggan disebutkan namanya menyampaikan, “Sudah beberapa kali diberitakan, paling nanti berhenti sebentar dan alatnya di bawa pulang tapi lihat saja nanti pasti main lagi guna untuk mengelabui pemberitaan dari awak media.

Warga juga menyoroti dampak langsung dari aktivitas ini terhadap lingkungan, seperti longsor, debu, serta kerusakan jalan yang berdampak pada aktivitas ekonomi masyarakat.

Hingga berita ini diturunkan, awak media masih berupaya mengonfirmasi tanggapan dari Pemerintah Kabupaten Jepara, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), serta aparat kepolisian setempat. Masyarakat pun menunggu langkah tegas dan konkret dari pihak berwenang.
(redtim/Jateng)

By suara62

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *