‎Suara62.id || Depok – ‎Sebuah dugaan kelalaian serius terjadi di RSUD Kota Depok terhadap pasien BPJS Kesehatan, Nur Farhan (27), yang datang dalam kondisi darurat dengan keluhan sakit perut hebat. Alih-alih segera ditangani secara medis, pasien justru diobservasi lebih dari tiga hari tanpa tindakan agresif, hingga akhirnya mengalami usus buntu pecah, infeksi sistemik, dan gagal ginjal akut. (10/06/2025)

‎Pasien tiba Jumat dini hari (6 Juni 2025) menggunakan ambulans dalam kondisi nyeri hebat dan diare parah. Namun, hingga Senin (9 Juni), tindakan operasi tidak juga dilakukan. Selama masa observasi, pasien mengalami nyeri perut intens, perut kembung, diare lebih dari 16 kali sehari, tidak bisa buang air kecil, dan bahkan kesulitan bernapas. Oksigen baru diberikan setelah keluarga berkali-kali meminta.



‎Puncaknya, pada Senin siang, barulah operasi dilakukan dan hasilnya menunjukkan usus buntu pasien sudah pecah. Infeksi menyebar ke ginjal hingga menyebabkan kerusakan parah—fungsi ginjal menurun drastis, dan pasien harus menjalani hemodialisis dalam keadaan tidak sadar.
‎Serta ada fenomena unik yaitu salah satu dokter jaga Justru Salahkan Keluarga.

‎Yang lebih mengejutkan, salah satu dokter jaga di RSUD Kota Depok justru mempertanyakan keputusan keluarga membawa pasien ke rumah sakit ini.

‎”Kenapa dibawa ke sini? Kenapa tidak ke RSCM atau Fatmawati?” ujar sang dokter, seperti ditirukan oleh pihak keluarga.

‎Alih-alih memberi saran rujukan atau mengambil langkah medis cepat, tenaga medis malah melempar tanggung jawab dan membingungkan keluarga yang datang dalam kondisi darurat. Tidak ada tindak lanjut atau upaya proaktif untuk merujuk atau mempercepat penanganan.

‎Pertanyaan Kritis untuk RSUD Kota Depok dan BPJS Kesehatan

‎Pihak keluarga kini meminta klarifikasi terbuka dan pertanggungjawaban dari RSUD Kota Depok, dengan pertanyaan sebagai berikut:

‎1. Apakah penanganan Nur Farhan sejak IGD hingga operasi sudah sesuai SOP kegawatdaruratan?
‎Mengapa tidak dilakukan triase ketat dan observasi intensif sejak awal, mengingat pasien datang dalam kondisi akut?

‎2. Apakah keterlambatan operasi disebabkan faktor administratif dari BPJS Kesehatan?
‎Apakah rumah sakit menunda tindakan medis karena menunggu persetujuan klaim, alur penjaminan, atau kendala sistem?

‎3. Apakah sudah ada evaluasi internal terhadap tenaga medis yang bertugas Jumat–Senin?
‎Mengingat lambatnya respons, kurangnya tindakan preventif, dan komunikasi yang sangat minim dengan pihak keluarga.

‎4. Apakah RSUD Kota Depok menyadari bahwa keterlambatan tindakan menyebabkan komplikasi berat yang sebetulnya bisa dicegah?
‎Bila operasi dilakukan lebih awal, bukankah pasien bisa terhindar dari gagal ginjal dan infeksi sistemik?


‎Keluarga Desak Transparansi dan Investigasi

‎Keluarga pasien menegaskan akan membawa kasus ini ke BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan Kota Depok, dan Ombudsman RI jika tidak ada penjelasan dan pertanggungjawaban jelas dari pihak rumah sakit.

‎”Kami tidak menuntut lebih, hanya keadilan. Pasien kami datang dalam kondisi darurat, tapi dibiarkan sampai kondisinya kritis. Bahkan sempat disalahkan. Kalau tidak kuat mental, mungkin kami sudah menyerah dari awal,” ujar salah satu anggota keluarga.

‎Kasus ini menjadi peringatan serius terhadap buruknya sistem layanan medis dan etik profesi di rumah sakit milik pemerintah. Pasien BPJS seharusnya dilayani dengan setara, bukan dianggap beban administratif yang menghambat penanganan.


‎Red : JS

By suara62

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *